Sejarah Terbentuknya 10 Perguruan Besar
Pada tahun 1950 Pemerintahan
Republik Indonesia berpindah tempat dari Yogyakarta ke Jakarta.
Perpindahan tersebut diikuti dengan perpindahan kantor kementerian,
kantor-kantor pemerintah dan pegawai-pegawainya.
Demikan pula Pengurus Besar IPSI secara de
facto berpindah tempat dari Yogyakarta ke Jakarta, namun tidak semua
anggota pengurus-pengurus Besar Ikata Pencak Silat Indonesia dapat ikut
pindah ke Jakarta.
Manajemen dan Operasional PB IPSI pun
melambat sedang sistem kendali terhadap Pencak Silat semakin menyusut.
Pada tahun 1950 tersebut Negara Republik Indonesia juga sedang
dirongrong oleh gerakan separatis Darul Islam
dan Tentara Islam Indonesia ( DI/TII ) yang bermasud mendirikan Negara
Islam Indonesia.
Untuk melawan DI/TII tersebut Panglima
Teritorium III waktu itu, Kolonel (terakhir Letnan Jenderal) R.A.
Kosasih dibantu Kolonel Hidayat dan Kolonel Harun membentuk PPSI
(Persatuan Pencak Silat Indonesia) yang dimaksudkan untuk menggalang
kekuatan jajaran Pencak Silat untuk menghadapi DI/TII yang berkembang di
wilayah Lampung, Jawa Barat (termasuk Jakarta), Jawa Tengah bagian
Barat termasuk D.I. Yogyakarta.
Sesuai dengan wilayah
pembinaannya, maka aliran Pencak Silat yamg termasuk PPSI ialah
Perguruan Pencak Silat aliran Pasundan.
Sehingga
timbulah dualisme dalam pembinaan, pengendalian Pencak Silat di
Indonesia. Kebetulan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) lebih banyak
melaksanakan pembinaan pada aspek Olah Raga, sedangkan Persatuan Pencak
Silat Indonesia (PPSI) lebih banyak membina pada aspek seni pertunjukan
(ibing Pencak Silat) dan Pencak Silat bela diri untuk melawan DI/TII.
Persatuan dan kesatuan jajaran Pencak Silat di Indonesia
menjadi lebih terancam lagi dengan adanya Perguruan Pencak Silat yang
mengembangkan Pencak Silat tersendiri di luar IPSI dan PPSI, misalnya
Bapensi, Perpi, Silat Betawi, dll.
Sementara itu IPSI harus
berjuang keras agar Pencak Silat dapat masuk sebagai acara pertandingan
di Pekan Olahraga Nasional. Sedangkan PPSI pun setiap menjelang PON juga
berusaha untuk memasukkan Pencak Silatnya agar dapat ikut PON. Namun
Pemerintah, yang pada tahun 1948 ikut mendirikan IPSI, hanya mengenal
IPSI Induk Organisasi Olah Raga pada tahun 1950 masih KOI dan PORI,
tahun 1960-an menjadi KOGOR, menjelang Asian Games ke-IV/ 1962 di
Jakarta KOGOR dibubarkan dibentuk DORI. KOGOR (Komando Gerakan Olah
Raga), DORI (Dewan Olah Raga Indonesia).
DORI dipimpin
secara ex officio oleh Presiden Soekarno dan Menteri Olah Raga Maladi.
Bp. Maladi mantan Ketua Persatuan Sepak Bola Solo (PERSIS) mengetahui
benar pembentukan IPSI pada tahun 1948, sehingga beliau juga menganggap
IPSI sebagai satu-satunya induk Organisasi Cabang Olah Raga Pencak
Silat.
Apalagi pada tahun 1969 tanggal 31 Desember
IPSI ikut mendirikan Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) maka
status keanggotaan IPSI di KONI adalah sebagai Pendiri menjadi lebih
kokoh lagi.
Pada Era tahun 1960, PB IPSI membentuk
Laboratorium Pencak Silat yang bertujuan agar dapat disusunnya suatu
peraturan pertandingan Pencak Silat yang baku dan memenuhi kriteria
suatu pertandingan olahraga, yang dapat dipertandingkan ditingkat
Nasional.
Para Laborat, terdiri dari : Bp.Arwono Adji
HK dari Perisai Diri, Bp. Januarno dan Bp. Imam Suyitno dari Setia Hati
Terate, Bp. Moch Hadimulyo dibantu Dr. Rachmadi dan Dr. Djoko Waspodo
dari KPS Nusantara. Sebagai informasi sebelumnya, sejak PON ke IV di
Bandung, Pencak Silat hanya dipertandingkan dalam bentuk demonstrasi
(eksebisi), dalam bentuk permainan tunggal (solospel) dan permainan
ganda dan ini berlangsung sampai PON ke VII di Surabaya.
Menjelang Kongres IPSI ( Munas ) IPSI ke IV tahun 1973
beberapa tokoh Pencak Silat yang ada di Jakarta membantu PB IPSI untuk
mencari calon Ketua Umum yang baru, karena Bp. Mr. Wongsonegoro pada
saat itu sudah tua sekali.
Bp. Brigjen Tjokropranolo (
terakhir Letjen TNI ) yang pada saat itu menjabat selaku Gubernur DKI
Jakarta, bersedia menjadi calon Ketua Umum PB IPSI.
Kemudian Bp. Tjokropranolo dibantu oleh Perguruan Pencak Silat
antara lain : Dari Tapak Suci Bp. Tanamas, Bp. Haryadi Mawardi; Dari
KPS Nusantara Bp. Moch Hadimulyo dibantu Bp. Sumarnohadi, Dr. Rachmadi,
Dr. Djoko Waspodo; Dari Kelatnas Perisai Diri Bp. Arnowo Adji HK; Dari
Phasadja Mataram Bp. KRT Sutardjonegoro; Dari Perpi Harimurti Bp.
Sukowinadi; Dari Perisai Putih Bp.Maramis, Bp. Runtu, Bp. Sutedjo dan
Bp. Himantoro; Dari Putera Betawi Bp.H. Saali; Dari Persaudaraan Setia
Hati Bp. Mariyun Sudirohadiprodjo, Bp. Mashadi, Bp. Harsoyo dan Bp.H.M.
Zain; Dari Persaudaraan Setia Hati Terate Bp. Januarno, Bp. Imam Suyitno
dan Bp. Laksma Pamudji.
Atas jasa Bp. Tjokropranolo, kemudian
berhasil diadakan pendekatan kepada 3 (tiga) pimpinan PPSI yang
kebetulan satu corps yaitu Corps Polisi Militer, maka IPSI setuju
berintegrasi pada IPSI, dan Sekretariat PB IPSI di Stadion Utama
dijadikan juga sebagai Sekretariat PPSI.
PAda Kongres
IPSI ke IV, Bp.H. Suhari Sapari, Ketua Harian PPSI datang ke Kongres dan
menyatakan bahwa PPSI bergabung ke IPSI. Kedudukan beliau sebagai Ketua
Bidang Seni kenudian digantikan oleh Bp. HMSTA Johny.
Pada waktu Bp. Tjokropranolo menyusun kepengurusan PB IPSI,
banyak diantara tokoh-tokoh tersebut diatas bergabung menjadi anggota PB
IPSI untuk bersama-sama meningkatkan kewibawaan, kemantapan manajemen,
memperkuat rentang kendali PB IPSI sampai ke daerah-daerah.
Bapak Tjokropranolo juga merintis berdirinya Persekutuan
Pencak Silat Antar Bangsa disingkat PERSILAT yang kemudian diperkuat
oleh Bp.H. Eddie M.Nalapraya.
Perguruan Pencak Silat yang
ikut memperjuangkan utuhnya IPSI tersebut pada Kongres IPSI ke IV/1973
ditetapkan sebagai 10 (sepuluh) Perguruan Pencak Silat yang dianggap
memenuhi syarat sebagai Anggota IPSI Pusat. Jasa pemersatu IPSI
sebagai ganti persyaratan anggota IPSI Pusat.
Dalam kurun
waktu kepengurusan Bp.Tjokropranolo salah satu anggota IPSI Pusat mohon
kepada Ketua Umum PB IPSI agar perguruannya dikeluarkan dari
keanggotaannya di IPSI Pusat, karena merasa bahwa perguruannya tidak
memenuhi persyaratan sebagai anggota IPSI Pusat, namun Bp. Tjokropranolo
menjawab bahwa keanggitaan 10 (sepuluh) Perguruan Silat tersebut di
IPSI Pusat tidak tergantung memenuhi syarat atau tidak ketentuan
keanggotaan IPSI Pusat, melainkan bahwa 10 (sepuluh) Perguruan Silat
tersebutlah yang telah berhasil bukan sekedar menyusun bahkan juga
melaksanakan program-program IPSI secara konsisten dan berkesinambungan.
Pada tahun 1974 bulan November oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan diselenggarakan Seminar Olah Raga Asli di Tugu, Cipanas
sebagai langkah awal untuk memasukkan Pencak Silat disekolah, Penciptaan
Senam Pagi seri A,B,C,D yang mengambil unsure gerakan Pencak Silat.
Pencak Silat juga asudah berhasil masuk sebagai kurikulum disekolah.
Akan tetapi ternyata IPSI dan anggotanya tidak mampu mensilabus dan
kurikulum disekolah yang bersangkutan.
Pada waktu
kepemimpinan Bp. Eddie M. Nalapraya nama kelompok 10 (sepuluh) Perguruan
Silat anggota IPSI Pusat tersebut diubah menjadi “10 (sepuluh)
Perguruan Historis“, setelah sebelumnya disebut sebagai “Top
Organisasi“ juga “Perguruan Induk“ dan kemudian “Perguruan Anggota
Khusus”, dimana keanggotaannya di IPSI Pusat menjadi anggota khusus. Di
dalam setiap Munas IPSI maka Perguruan Historis ini selalu menjadi
peserta dan memiliki hak suara didalam Munas.
Mengikuti pola
keanggotaan tersebut, maka pada saat pendirian PERSILAT, diadakan pula
sebutan “Negara Pendiri“ yang merupakan Negara-Negara yang pertama kali
mendirikan PERSILAT, dan memiliki hak khusus, yakni memiliki hak untuk
menempatkan personilnya sebagai President of PERSILAT (Ketua Umum
PERSILAT) secara bergiliran diantara para Negara Pendiri tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar